Sabtu, 08 Desember 2012

Intelektual Muda dan Gagasan Orisinil



Eneng Humaeroh
 
Siang tadi udara cukup cerah, tidak ada tanda-tanda hujan akan turun di tanah Jakarta. Sembari makan siang aku dan teman-teman berdiskusi gaya bebas, mulai dari diskusi perbaikan tesis, presentasi proposal,  filsafat-nya Mulla Shadra sebagai kokojo sampe daging ayam yang sexy, lelucon-lelucon lucu pun bermunculan sebagai interpretasi rasa. Ah waktu sudah merambat, kelas percepatan study ala pak Humaidi alaihi salam eh, humaidi as maksud saya sudah hampir dimulai, kami bersiap menuju kampus kembali.
Tuhan berkehendak lain, di depan kampus aku bertemu teman seangkatan tapi karena ia pencinta ilmu maka ia terun mengulang ilmu theology-nya di kelas matrikulasi, Andini, meminta aku menemaninya minum di kantin. Karena aku sayang kepadanya maka kupenuhi permintaannya.
Nah, sementara aku, Andini duduk dengan dua teman yang lain, profesor Mulyadi Kertanegara datang menghampiri kami, mengucapkan salam dan menyalami kami satu persatu, wah baru nih ceritanya ada profesor yang mendatangi mahasiswa dan menyalami terlebih dahulu, biasanya profesor suka ja’im apalagi duduk bareng di sebuah kantin sederhana. Pak profesor memesan makanan, nasi putih, sepotong ayam goreng dan lalap mentimun, sederhana sekali itu makanan, mirip makanan mahasiswa. Dimeja itu kami makan bersama. Aku hanya memesan teh panas, karena khawtir difitnah gembul makan melulu. Sambil makan terjadilah diskusi tentang epstemologi filsafat Islam dengan sang profesor. Sambil melahap makanan, beliau berkata, “saya nanti awal bulan Januari akan terbang ke Brunai, mengajar disana, di sebuah universitas yang besar”.
“wah pak......selamat, saya sangat senang mendengarnya” jawabku dengan antusias. Teman-teman bereaksi, karena merasa satu persatu dosen berkualitas meninggalkan ICAS.
“ada motivasi lain yang membuat saya menerima tawaran itu”. Sambungnya, kami terdiam, menyimak dengan serius obrolan kami.
“apa itu pak?”. Tanyaku spontan
“karena selama ini Indonesia hanya mengirimkan TKI pembantu rumah tangga saja kesana, memalukan sekali kita ini. Dalam wawancara di Malaysi minggu lalu saya mengatakan bahwa Indonesia memiliki segudang orang-orang pandai, profesor, tehnokrat, pemikir, intelektual muda atau banyak lainnya, tapi yang selalau di dengungkan Indonesia bangsa yang murah karena hanya mampu ekspor TKI ke luar negeri”. Pak Mul mejeaskan panjang lebar.
“betul pak, saya pikir bapak memang sudah pantas untuk melangkah menginternasionalkan bapak, karena di dalam negeri gagasan dan pemikiran bapak tidak akan berkembang, monoton serta tidak dikenal oleh negara lain, akan menjadi sangat terbatas”. Aku menimpali perkataan pak Mul. Beliau mengangguk tanda setuju, kemudia ia meneruskan pendapatnya, “saya ingin buku-buku saya ditulis dalam bahasa inggris, diterbitkan di luar negeri agar lebih di kenal”.
“wah, bagus pak..... di Brunei bapak bisa mencari akses, pemerintah Brunei atau pihak yang inters dengan ilmu pengetahuan agar dapat mentranslet tulisan bapak ke berbagai bahasa, dengan begitu jalan bapak untuk menginternasionalkan diri bisa di capai”.
“rencananya begitu”. Jawabnya
“amin... semoga tercapai ya pak, dan membuktikan kalau negara ini bukan gudang TKI tapi gudangnya pemikir”. Jawabku lagu, pak profesor tertawa, kami semua tertawa berdera.  Kemudian  kami terlibat dengan diskusi tentang epistemologi, lumayan transfer ilmu tanpa harus susah payah duduk di kelas, selain itu pak Mul memberikan kritik terhadap intelektual muda yang seringkali mengkaji ilmu yang sepihak, artinya ketika belajar Filsafat Islam, Filsafat tidak dipelajari sehingga argumentasi dangkal untuk memberikan kritik, sebaiknya katanya mempelajari filsafat harus keseluruhan agar kita tahu kebaikan dan kekurangan dari kedua pandangan tersebut. Dan hal yang paling sering dilupakan intelektual muda adalah jarangnya menulis, mengungkapkan gagasan dan ide orisinilnya, banyak kaum intelektual muda yang hanya menyampaikan apa yang ia ketahui dari pandangan tokoh yang ia pelajari namun, tidak memiliki pandangannya sendiri. Idealnya intelektual muda memiliki gagasan dan pemikiran sendiri jangan hanya mencukil, tetapi segera memposisikan diri, uraian sang profesor sangat tegas dan jelas.
“lalu bagaimana cara memposisikan diri?  sementara ketika kita menuangkan gagasan dan ide, semua terinspirasi dari tokoh yang kita kagumi” tanyaku.
“pemikiran berangkat dari pengalaman hidup, dan itu pasti ada pemikir atau tokoh yang mengatakan hal yang sama, disanalah  kita mencari posisi”. Jawab pak Mul. Aku setuju intelektual muda jangan cima menukil pendapat orang lain, tapi memiliki pandangan sendiri dan pandangannya harus memiliki dasar pijakan.
Sebuah pematangan diri, dialog yang sangat menginspirasi. Diskusi yang familier tanpa terhalang status dan tingkat keilmuan, seorang profesor yang terbuka dengan siapa saja yang mencintai ilmu dan memiliki keinginan mengembangkan ilmu. Yah... semisal ratusan atau jutaan profesor seperti pak Mulyadi, rendah hati, terbuka dan selalu memberi motivasi kepada siapapun, aku yakin Indonesia tidak akan sesemrawut ini. Kaum intelektual dengan suka rela memberikan sumbangsih pemikiran demi negaranya, bukan mencari sesuap nasi di dalam negaranya.

penulis adalah Pengurus Partai Amanat Nasional
Wakil Sekretaris DPD Kota Bandung
Mahasiswa ICAS-Paramadina, Jakarta

Membangun Kesadaran Berpolitik


Oleh ; Eneng Humaeroh

Kesadaran berpolitik, berasal dari dua kata yakni kata ‘kesadaran’ dan kata ‘politik’. Dalam   kamus bahasa Indonesia kata ‘kesadaran’ memiliki arti keinsafan; keadaan mengerti terhadap sesuatu, hal yang dirasakan atau dialami oleh seseorang. Kata ‘berpolitik’ berarti  menjalankan (menganut paham) politik; ikut serta dalam urusan politik. Kesadaran berpolitik dapat diartikan seseorang yang berperan serta secara aktif dalam urusan politik atau menjadi anggota partai politik, atau terlibat dalam kegiatan-kegiatan politik dan melakukannya dengan kesadaran dan tanggungjawab penuh.
Kesadaran politik adalah langkah seseorang dalam peranan politik, memberikan warna serta memberikan ide dan gagasan cemerlang terhadap politik yang dianutnya.
Generasi muda semestinya proaktif dalam politik namun sedikit sekali yang berani tampil dalam politik. Wajah  perpolitikan saat ini memang buruk, sarat dengan isue-isue negative menyurutkan langkah seseorang yang memiliki idealisme tinggi untuk berkarir di ranah politik.
Pandangan masyarakat terhadap politik masih negative, hal itu dikarenakan pelaku-pelaku politik tidak mampu menunjukan sikap dan kepribadian yang pantas. Prilaku sombong, elitis dan semena-mena banyak ditunjukan para kader politik, tindakan-tindakan menyakitkan sepert berbohong serta tipu muslihat, dan juga perilaku amoral membuat  wajah politik menjadi buram.
Banyaknya pemberitaan di media tentag pelaku-pelaku korupsi, perbuatan amoral dalam tayangan video mesum cukup membuat orang bergidik dan melemparkan pendapat sinis, politisi amoral, politisi mesum, politisi koruptor.
Dengan wajah buram politik seperti ini mampukan partai politik menarik minat calon-calon politisi yang memiliki jiwa patriotik, idealisme yang tinggi, memiliki integritas serta perjuangan membangun citra politik yang segar? Tugas kader partai politiklah yang semestinya memberikan pendidikan politik kepada calon-calon kader partai, calon pengusung atau tim sukses, serta calon konstituen.
Jika menilik keidealan politik, maka kesadaran berpolitik bukan hanya ditujukan kepada kader-kader di tubuh partai politik, tetapi setiap orang yang memahami bahwa sebagai wagra Negara mempunyai tanggungjawab penuh atas pilihan politik, memiliki kesadaran terlibat dalam kegiatan politik, serta setiap orang yang memiliki kesadaran bahwa ia merupakan bagian dari politik, maka sejatinya setiap warga Negara harus berkesadaran dalam politik yang dengan tanggungajawabnya itu ia memberikan pilihan politiknya kepada partai politik yang ideal sebagai partai yang memahami kebutuhan rakyatnya, menjadi citra bagi negeri dan juga sinergitas tinggi dalam membangun pondasi yang kuat bagi peradaban bangsanya.
Ada beberapa pertanyaan dibenak penulis, adakah contoh kongkrit yang diberikan partai politik, pelaku politik atau proses politik yang memberikan pendidikan politik kepada konstituennya? sehingga konstituen memahami dengan benar bahwa setiap orang harus mempunyai kesadaran politik.
Pendidikan politik merupakan sebuah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan pemahaman politiknya melalui upaya pengajaran dan pelatihan.
Kita Sering menyaksikan orang atau badan atau lembaga hanya menjadi tim sukses seseorang atau partai politik tanpa memikul tanggungjawab pendidikan politik kepada konstutuennya (pemilih) sehingga yang terjadi penghalalan segala cara dengan memberikan informasi yang salah, membohongi rakyat asalkan orang yang diusungnya menang. Sikap  tim sukses yang tidak peduli calon yang diusungnya memiliki integritas apa tidak, memiliki kapasitas yang laik atau tidak, bahkan memiliki akhlak yang baik atau tidak. Semua itu tidak menjadikan ukuran karena yang penting adalah, sebagai tim sukses ia mendapatkan imbalan dari orang atau partai yang diusungnya. Dan tindakan seperti itulah yang kemudia hari mencelakakan semua pihak, orang atau partai yang diusungnya tidak mampu menjalankan roda politik dengan benar, rakyat menjadi lebih sengsara serta Negara menjadi terpuruk.
Partai politik atau juga orang yang memiliki tujuan politik, untuk kesuksesan dirinya banyak mendatangi tokoh masyarakat, para mualim, cendikia atau tim-tim sukses untuk menyukseskan target-target politiknya. Disinilah para tokoh atau mualim memiliki tanggungjawab moral untuk memberikan pandangannya terhadap tokoh politik tersebut laik atau tidak diberikan dukungan.
Mualim, tokoh masyarakat atau tim sukses seharusnya bertanggungjawab terhadap orang atau partai yang diusungnya apakah baik atau tidak untuk konstituen, memberikan kemaslahatan atau menjadikan kemudharatan apabila dimenangkan.
Tindakan tim sukses inilah yang menjadi ujung tombak apakah orang atau partai yang diusung itu baik atau tidak. Masyarakat awam tidak mengetahui apa itu partai politik, apa itu kader partai dan apa yang dilakukan partai dalam memperjuangkan hak-hak rakyat, apa yang dilakukan partai terhadap kebutuhan masyarakat. Masyarakat hanya sebagai obyek politik, dibohongi serta diberikan janji-janji manis yang tidak pernah menjadi bukti, malah ketidakpahaman rakyat terhadap partai politik dijadikan barang dagangan, komoditi yang dijual lalu kemudian dihisap segala potensi kehidupan rakyat.
Dalam konteks kesadaran politik, tokoh masyarakat, mualim serta tim sukses seharusnya membimbing dan memberikan pendidikan politik agar calon pemilih menjatuhkan pilihan politiknya kepada orang yang tepat.
Sebagai tim sukses dikatakan sukses apabila mampu menjadi tim sukses dari partai politik atau orang yang tepat, partai yang memperjuangkan hak-hak rakyat, memberdayakan dan mengayomi rakyat, memiliki akhlak yang baik, mampu menyerap aspirasi masyarakat, memiliki dedikasi untuk membangun masyarakat, mempunyai loyalitas terhadap bangsa, serta sebagai kader partai selalu membangun pondasi politik dengan benar dan bertanggungjawab.
Orang yang memiliki tujuan politik dan partai politik yang memiliki ciri ideal, adalah mempunyai dinamisme yang tinggi, respon yang positif terhadap kebutuhan rakyat, memiliki intelektual yang tinggi, memahami azas partai serta memahami keadaan daerah pemilihannya. Namun rakyat masih sering dikecohkan oleh orang atau partai politik yang populer, orang yang pandai bermanis muka serta tampang yang bagus sementara tidak memiliki kecakapan dan kapasitas yang cukup, namun dengan popularitas dan uangnyalah ia mampu melenggang menjadi orang yang dipilih serta partainya menang, namun kemudian dibelakang hari nyata bahwa sikap dan prilakunya tidak peduli kepada rakyat yang telah memilihnya, malah menjual ketidakberdayaan rakyat hanya demi kepentingan partai dan mempertahankan kekuasaannya semata.
Melihat fakta-fakta seperti itulah, maka penulis mengajak kepada kaum alim, cendikia, tokoh masyarakat serta orang atau lembaga yang menjadi tim sukses untuk lebih arif, cerdik serta mengetahui kapasitas, intelektual, integritas serta idealisme  orang atau partai yang ditawarkan kepada masyarakat (konstituen) agar masyarakat tidak terjerumus memilih orang yang salah atau partai yang salah, agar kesengsaraan rakyat tidak kembali terulang sepanjang pemilu. Hal itu adalah suatu tindakan kesadaran politik yang memberikan pendidikan politik sehingga masyarakat mempunyai kesadaran memilih sebagai suatu tanggungjawab dan moralitas dan memberikan pilihannya kepada yang orang atau partai yang tepat.
Dengan demikian hanya partai dan orang-orang cerdik pandai, loyal, berdedikasi tinggi, memiliki integritas dan idealisme, mampu membuat keputusan yang cepat serta memberikan ide-ide cemerlang yang dibutuhkan bangsa untuk membangun yang dipilih rayat. Asumsinya jika kursi DPR hanya diisi oleh orang-orang yang benar-benar memiliki kapasitas maka negeri ini mudah dibangun, maju serta makmur sentosa karena para cerdik dan orang-orang jujur yang menjadi pengendali, mengawasi serta membuat perencanaan yang tepat yang dibutuhkan negara dan rakyatnya, sehingga benarlah apa yang dikatakan Hatta Rajasa,  “Kemajuan dan Kemunduran Sebuah Negara Sangat Tergantung Dari Paran Generasi Muda. Gagasan dan Ide Cemerlang Kaum Muda Akan Sangat Menentukan Arah Kebijakan Negara dan Kemakmuran Yang Akan Diraih Di Masa Mendatang"
Dengan melalui tindakan politik, kesadaran politik, pendidikan politik serta belajar dari kesalahan yang telah berlalu dan tidak mengulangi kesalahan yang sama yakni memilih orang dan partai yang salah, maka di Negara ini hanya ada orang-orang pandai dan berakhlak yang berada di kursi DPR sehingga mampu membuat kebijakan yang benar dan berpihak kepada rakyat, memberikan gagasan-gagasan cemerlang, membuat kebijakan yang tepat, maka Indonesia menjadi Negara makmur bukan sebatas impian tetapi menjadi kenyataan. 
 
 
penulis adalah pengurus Partai Amanat Nasional
Wakil Sekretaris PDP PAN Kota Bandung
mahasiswa ICAS-Paramadina, Jakarta

Selasa, 04 Desember 2012

Membangun kesadaran berpolitik


Oleh ; Eneng Humaeroh

Kesadaran berpolitik, berasal dari dua kata yakni kata ‘kesadaran’ dan kata ‘politik’. Dalam   kamus bahasa Indonesia kata ‘kesadaran’ memiliki arti keinsafan; keadaan mengerti terhadap sesuatu, hal yang dirasakan atau dialami oleh seseorang. Kata ‘berpolitik’ berarti  menjalankan (menganut paham) politik; ikut serta dalam urusan politik. Kesadaran berpolitik dapat diartikan seseorang yang berperan serta secara aktif dalam urusan politik atau menjadi anggota partai politik, atau terlibat dalam kegiatan-kegiatan politik dan melakukannya dengan kesadaran dan tanggungjawab penuh.

Kesadaran politik adalah langkah seseorang dalam peranan politik, memberikan warna serta memberikan ide dan gagasan cemerlang terhadap politik yang dianutnya.
Generasi muda semestinya proaktif dalam politik namun sedikit sekali yang berani tampil dalam politik. Wajah  perpolitikan saat ini memang buruk, sarat dengan isue-isue negative menyurutkan langkah seseorang yang memiliki idealisme tinggi untuk berkarir di ranah politik.

Pandangan masyarakat terhadap politik masih negative, hal itu dikarenakan pelaku-pelaku politik tidak mampu menunjukan sikap dan kepribadian yang pantas. Prilaku sombong, elitis dan semena-mena banyak ditunjukan para kader politik, tindakan-tindakan menyakitkan sepert berbohong serta tipu muslihat, dan juga perilaku amoral membuat  wajah politik menjadi buram.
Banyaknya pemberitaan di media tentag pelaku-pelaku korupsi, perbuatan amoral dalam tayangan video mesum cukup membuat orang bergidik dan melemparkan pendapat sinis, politisi amoral, politisi mesum, politisi koruptor.
Dengan wajah buram politik seperti ini mampukan partai politik menarik minat calon-calon politisi yang memiliki jiwa patriotik, idealisme yang tinggi, memiliki integritas serta perjuangan membangun citra politik yang segar? Tugas kader partai politiklah yang semestinya memberikan pendidikan politik kepada calon-calon kader partai, calon pengusung atau tim sukses, serta calon konstituen.

Jika menilik keidealan politik, maka kesadaran berpolitik bukan hanya ditujukan kepada kader-kader di tubuh partai politik, tetapi setiap orang yang memahami bahwa sebagai wagra Negara mempunyai tanggungjawab penuh atas pilihan politik, memiliki kesadaran terlibat dalam kegiatan politik, serta setiap orang yang memiliki kesadaran bahwa ia merupakan bagian dari politik, maka sejatinya setiap warga Negara harus berkesadaran dalam politik yang dengan tanggungajawabnya itu ia memberikan pilihan politiknya kepada partai politik yang ideal sebagai partai yang memahami kebutuhan rakyatnya, menjadi citra bagi negeri dan juga sinergitas tinggi dalam membangun pondasi yang kuat bagi peradaban bangsanya.

Ada beberapa pertanyaan dibenak penulis, adakah contoh kongkrit yang diberikan partai politik, pelaku politik atau proses politik yang memberikan pendidikan politik kepada konstituennya? sehingga konstituen memahami dengan benar bahwa setiap orang harus mempunyai kesadaran politik.
Pendidikan politik merupakan sebuah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan pemahaman politiknya melalui upaya pengajaran dan pelatihan.
Kita Sering menyaksikan orang atau badan atau lembaga hanya menjadi tim sukses seseorang atau partai politik tanpa memikul tanggungjawab pendidikan politik kepada konstutuennya (pemilih) sehingga yang terjadi penghalalan segala cara dengan memberikan informasi yang salah, membohongi rakyat asalkan orang yang diusungnya menang. Sikap  tim sukses yang tidak peduli calon yang diusungnya memiliki integritas apa tidak, memiliki kapasitas yang laik atau tidak, bahkan memiliki akhlak yang baik atau tidak. Semua itu tidak menjadikan ukuran karena yang penting adalah, sebagai tim sukses ia mendapatkan imbalan dari orang atau partai yang diusungnya. Dan tindakan seperti itulah yang kemudia hari mencelakakan semua pihak, orang atau partai yang diusungnya tidak mampu menjalankan roda politik dengan benar, rakyat menjadi lebih sengsara serta Negara menjadi terpuruk.

Partai politik atau juga orang yang memiliki tujuan politik, untuk kesuksesan dirinya banyak mendatangi tokoh masyarakat, para mualim, cendikia atau tim-tim sukses untuk menyukseskan target-target politiknya. Disinilah para tokoh atau mualim memiliki tanggungjawab moral untuk memberikan pandangannya terhadap tokoh politik tersebut laik atau tidak diberikan dukungan.
Mualim, tokoh masyarakat atau tim sukses seharusnya bertanggungjawab terhadap orang atau partai yang diusungnya apakah baik atau tidak untuk konstituen, memberikan kemaslahatan atau menjadikan kemudharatan apabila dimenangkan.
Tindakan tim sukses inilah yang menjadi ujung tombak apakah orang atau partai yang diusung itu baik atau tidak. Masyarakat awam tidak mengetahui apa itu partai politik, apa itu kader partai dan apa yang dilakukan partai dalam memperjuangkan hak-hak rakyat, apa yang dilakukan partai terhadap kebutuhan masyarakat. Masyarakat hanya sebagai obyek politik, dibohongi serta diberikan janji-janji manis yang tidak pernah menjadi bukti, malah ketidakpahaman rakyat terhadap partai politik dijadikan barang dagangan, komoditi yang dijual lalu kemudian dihisap segala potensi kehidupan rakyat.

Dalam konteks kesadaran politik, tokoh masyarakat, mualim serta tim sukses seharusnya membimbing dan memberikan pendidikan politik agar calon pemilih menjatuhkan pilihan politiknya kepada orang yang tepat.

Sebagai tim sukses dikatakan sukses apabila mampu menjadi tim sukses dari partai politik atau orang yang tepat, partai yang memperjuangkan hak-hak rakyat, memberdayakan dan mengayomi rakyat, memiliki akhlak yang baik, mampu menyerap aspirasi masyarakat, memiliki dedikasi untuk membangun masyarakat, mempunyai loyalitas terhadap bangsa, serta sebagai kader partai selalu membangun pondasi politik dengan benar dan bertanggungjawab.

Orang yang memiliki tujuan politik dan partai politik yang memiliki ciri ideal, adalah mempunyai dinamisme yang tinggi, respon yang positif terhadap kebutuhan rakyat, memiliki intelektual yang tinggi, memahami azas partai serta memahami keadaan daerah pemilihannya. Namun rakyat masih sering dikecohkan oleh orang atau partai politik yang populer, orang yang pandai bermanis muka serta tampang yang bagus sementara tidak memiliki kecakapan dan kapasitas yang cukup, namun dengan popularitas dan uangnyalah ia mampu melenggang menjadi orang yang dipilih serta partainya menang, namun kemudian dibelakang hari nyata bahwa sikap dan prilakunya tidak peduli kepada rakyat yang telah memilihnya, malah menjual ketidakberdayaan rakyat hanya demi kepentingan partai dan mempertahankan kekuasaannya semata.
Melihat fakta-fakta seperti itulah, maka penulis mengajak kepada kaum alim, cendikia, tokoh masyarakat serta orang atau lembaga yang menjadi tim sukses untuk lebih arif, cerdik serta mengetahui kapasitas, intelektual, integritas serta idealisme  orang atau partai yang ditawarkan kepada masyarakat (konstituen) agar masyarakat tidak terjerumus memilih orang yang salah atau partai yang salah, agar kesengsaraan rakyat tidak kembali terulang sepanjang pemilu. Hal itu adalah suatu tindakan kesadaran politik yang memberikan pendidikan politik sehingga masyarakat mempunyai kesadaran memilih sebagai suatu tanggungjawab dan moralitas dan memberikan pilihannya kepada yang orang atau partai yang tepat.

Dengan demikian hanya partai dan orang-orang cerdik pandai, loyal, berdedikasi tinggi, memiliki integritas dan idealisme, mampu membuat keputusan yang cepat serta memberikan ide-ide cemerlang yang dibutuhkan bangsa untuk membangun yang dipilih rayat. Asumsinya jika kursi DPR hanya diisi oleh orang-orang yang benar-benar memiliki kapasitas maka negeri ini mudah dibangun, maju serta makmur sentosa karena para cerdik dan orang-orang jujur yang menjadi pengendali, mengawasi serta membuat perencanaan yang tepat yang dibutuhkan negara dan rakyatnya, sehingga benarlah apa yang dikatakan Hatta Rajasa,  “Kemajuan dan Kemunduran Sebuah Negara Sangat Tergantung Dari Paran Generasi Muda. Gagasan dan Ide Cemerlang Kaum Muda Akan Sangat Menentukan Arah Kebijakan Negara dan Kemakmuran Yang Akan Diraih Di Masa Mendatang"
Dengan melalui tindakan politik, kesadaran politik, pendidikan politik serta belajar dari kesalahan yang telah berlalu dan tidak mengulangi kesalahan yang sama yakni memilih orang dan partai yang salah, maka di Negara ini hanya ada orang-orang pandai dan berakhlak yang berada di kursi DPR sehingga mampu membuat kebijakan yang benar dan berpihak kepada rakyat, memberikan gagasan-gagasan cemerlang, membuat kebijakan yang tepat, maka Indonesia menjadi Negara makmur bukan sebatas impian tetapi menjadi kenyataan. (EH/RajaBanten)

Pemuda Berbasis Masjid, Pemuda Harapan Bangsa




*** Pemuda yang kuat adalah pemuda yang kuat secara ilmu dan intelektual, dengan kemampuan mengelola masjid maka pemuda akan terlahir sebgai generasi bangsa yang religious, bertanggungjawab dan penuh inovasi serta cerdas, bila pemuda seperti ini terlahir maka  masjid menjadi hidup dan sumber kehidupan, disana pemuda akan tumbuh berjiwa besar,  jiwa patriotik harapan bangsa.

        Apa yang terlintas dalam pikiran kita ketika mendengar kata ‘pemuda’ ? kata  yang tidak asing dan sangat akrab ditelinga. Sosok yang sangat diharapkan baik pemikian maupun tindakan. Pemuda  identik dengan masa depan. Bagaimana dengan masa depan masjid…? Adakah pemuda masa kini memiliki semangat untuk memakmurkan mesjid.
        Masjid  kurang akrab dengan pemuda, masjid hanya akrab dengan orang-orang tua, kakek-kakek serta ibu-ibu pengajian, lalu kemanakah pemuda? Sepertinya pemuda enggan dekat dengan masjid, apakah ada yang salah atau memang kita kurang memberikan peluang kepada para pemuda, sehingga mereka tidak mau dekat dengan masjid. Padahal dari masa kemasa para pemudalah yang menempatkan diri pada posisi yang strategis dan berada pada garda terdepan, sepert dalam sejarah perjuangan kemerdekaan Republik Indonesia pemuda menempati peran sebagai tulang punggung  dari keutuhan melawan para penjajah dan merebut kemerdekaan.
        Dalam ajaran Islam, Rasulullah SAW menempatkan pemuda pada posisi terpenting dalam perjuangan, Rasulullah adalah sosok yang berhasil membina para pemuda dan menjadikannya sebagai kader pejuang Islam yang tangguh dan tercatat dalam sejarah.
        Masjid tempat berkumpul umat, dimana Rasulullah memberikan pembelajaran kepada sahabat-sahabatnya dan para pemuda sehingga menjadi kekuatan yang penuh.  Bagaimana masjid dapat membentuk karakter pemuda yang cita tanah air dan membela Rasulullah dalam keadaan apapun. Tapi hal seperti itu  sulit kita lihat di zaman sekarang, tiada  lagi yang mengikuti contoh yang diberikan Rasulullah dalam membina generasi muda, terutama membina kader pemuda masjid.  
        Pemuda dibiarkan berhura-hura, kongkow-kongkow, berpesta-pesta parahnya lagi tidak ada langkah mengarahkan mereka  kepada perbuatan-perbuatan yang berguna di dalam sistem sosial masyarakat.
Mereka seperti komunitas atau kelas tersendiri yang harus diberikan kesempatan menikmati hidup tanpa batasan dan tanggung jawab yang jelas, apalagi dikader menjadi pegurus masjid, sehingga ketika pengurus masjid berkurang tidak ada yang bisa menggantikan posisi, tidak ada regenerasi, pemuda tidak siap dengan kondisi seperti itu, kepengurusan masjid kosong akibatnya masjid terbengkalai kotor dan tidak teurus. Jika hal itu terjadi Itu berarti kita sudah menyia-nyiakan moment penting.

Pembinaan Pemuda berbasis Mesjid
        ”Beri aku sepuluh pemuda, maka akan kugoncangkan dunia,” inilah sebuah ungkapan yang pernah dilantunkan sang orator ulung yang pernah di kenal dunia, sekaligus presiden perdana yang pernah memimpin Indonesia, Ir. Sukarno, ketika ia menyanjung betapa pentingnya keberadaan sebuah komunitas pemuda dalam suatu bangsa dan Negara.
        Ungkapan ini merupakan betapa pemuda memiliki kekuatan yang luar bisa jika didorong untuk berbuat melakukan sesuatu, dunia dapat digoncangkan dengan hanya sepuluh pemuda. Dapat dibayangkan apabila masjid menjadi tempat berkumpulnya para pemuda, tempat pemuda ditempa dengan berbagai ilmu, baik ilmu negara atau ilmu agama,  maka betapa bergaungnya kekuatan Islam, kekuatan pemuda berbasis mesjid.
        Berkaitan dengan pemuda masjid, H. Dr. Ir. Hatta Rajasa, Ketua Umum DPP PAN yang juga alumni ITB tahun 1973 juga merupakan aktivis masjid Salman ITB mengungkapkan bahwa kuatnya pemuda berbasis masjid maka akan kuat pula Negara ini berdiri. Kecintaan Hatta Rajasa terhadap masjid dapat kita lihat pada program yang sedang berjalan di Jawa Barat, yakni Program Perbaikan Seribu Masjid di Jawa Barat. bersama program ini hatta ingin menyampaikan pesan kepada pemuda, bahwa masjid merupakan basis karakter yang kuat dan symbol kekuatan, masjid juga merupakan symbol kebersamaan dan jiwa patriotisme. 
        Pemuda penggerak masjid penuh dengan semangat perjuangan Islam yang berkobar di dada. Itulah pemuda harapan bangsa, namun semuanya memerlukan perjuangan dan tekad yang kuat. Kenyataan yang terjadi adalah pemuda tidak akan bisa berbuat apa-apa jika tidak ada yang pihak yang menggerakan, pemuda hanya akan menjadi sampah dan segerombolan komunitas yang tidak bermanfaat. Untuk itu perlu tindakan yang cerdas agar pemuda dapat menumbuhkan kecintaan terhadap masjid.  Menjadikan masjid menjadi suatu tempat yang akrab dengan pemuda, dan itu harus dikader melalui suatu proses.
        Tugas itu perlu diketahui dan dijalankan oleh para pengurus Dewan Kesejahteraan Masjid (DKM), jangan sampai pegurus DKM hanya orang yang itu itu saja serta sudah renta dan kurang tenaga. Alangkah sangat bijak jika DKM mampu melakukan inovasi-inovasi agar pemuda bersedia mendekat kepada masjid.
Beberapa hal dapat dilakukan untuk meraih minat pemuda agar mendekat dengan kehidupan masjid yang bisa dilakukan keluarga DKM/pengurus mesjid;
v Sebaiknya pengurus DKM melibatkan keluarga atau anak, terutama anak laki-laki sejak usia dini, banyak diantara pengurus DKM  rajin ke mesjid tapi enggan melibatkan  keluarga atau anak
v Biasanya anak usia lima tahun sampe sepuluh tahun selalu dibawa ke masjid, tetapi ketika anak menjelang akil balig orangtua mulai malas mengajaknya
v Mengadakan silaturahmi dan bekerjasama dengan Karang Taruna agar para pemuda mendapat pengakuan dan menjadi dekat dengan pengurus DKM
v Melibatkan pengurus pemerintahan setempat seperti RT atau RW agar menjadi pengurus DKM
v Membuka dan memberikan informasi kepada pihak lain seperti kepada remaja untuk terlibat dan menjadi remaja masjid.
v Membentuk dan mengembangkan komunitas Ikatan Remaja Masjid
v Memelihara dan melakukan pembinaan Remaja Masjid dengan intensif, agar rasa kecintaan terhadap masjid semakin subur
v Membentuk remaja mesjid dan pemuda mesjid secara berkesinambungann
v Mengadakan pengajian rutin yang secara khusus melibatkan pemuda yang menjadi kepanitiaan dan peyelenggaraannya
v Mengadakan diskusi rutin dengan para pemuda dengan tema-tema yang menarik serta isu-isu yang sedang berkembang ditengah-tengah masyarakat.
v Melakukan musyawarah rutin untuk membahas kemajuan serta kebaikan masjid dimasa yang akan datang
v Melakukan koordinasi dengan masjid  lain baik dalam wilayah desa yang sama atau dengan luar desa
v Selalu terbuka menerima informasi dan mendiskusikannya dengan pengurus DKM lainnya

Untuk mengadakan pembinaan kepada kader masjid yang paling penting harus dilakukan adalah menghadirkan calon kader masjid itu sendiri. Apabila telah terpenuhi maka pembinaan pemuda masjid dapat dilakukan  dangan intensif, baik dan berkelanjutan.
Masjid dimasa yang akan datang akan menjadi pusat informasi yang positif bagi masyarakat, pengurus DKM akan secara langsung dapat melakukan pergantian pengurus dengan mudah karena calon pengurus telah siap dan sudah melalui pembinaan dengan baik. (Eneng Humaeroh)