Minggu, 02 September 2012


Eneng Humaeroh
Kelas               : Filsafat
Semester        : 3
Lecture           : Dr. Kholid al Walid
The Islamic College Jakarta
2010

RESUME TENTANG JIWA

Jiwa menurut Ar Razi
Manusia kedudukannya berbeda dengan mahkluk yang lain, jiwa manusia memiliki korelasi dengan tubuh. Substansi jiwa itu tunggal yang terpisah dengan tubuh, jiwa mempengaruhi tubuh  sehingga jiwa memiliki nafsu amarah sehingga atribut tubuh adalah pribadi tunggal.
Substansi jiwa menurut Ar Razi bahwa jiwa selain memiliki struktur indrawi eksternal ia adalah tunggal yang terdiri atas entitas , esensi dan realitas.
Jiwa memiliki nafsu, Ar Razi memberikan argument bahwa :
-          tubuh adalah substansi yang berkembang membutuhkan nutrisi, tubuh mengalami reduksi dan emaciation.
-          Jiwa mengalami perubahan  sebagaimana tubuh dan berkembang
-          Jiwa menerima bentuk dan suksesi, tetap dan tidak mengalami perubahan, jiwa memiliki kemampuan menerima bentuk yang lain  padatubuh hal itu termenifestasi  pada tubuh manusia yang memiliki kemampuan yang ditunjukan dengan pemahaman atau kemampuan sehingga jiwa lebih kuat.
-          Jiwa menciptakan dunia potensial menuju dunia actual, menciptakan persepsi dan komprhensi
-          Jiwa mendominasi atas tubuh dan menampilkan emasiasi
Eksistensi manusia bila dibandingkan dengan makhluk yang lain, hal ini berdasarkan argument :
-          Manusia dalam eksistensinya adalah jenis yang memiliki kapasitas berfikir dengan intelek dan juga hikmah, juga  memiliki sifat dasar  dan syahwat.
-          Ketika manusia telah mampu mengatasi kesulitan atau kegelapan  manusia alkan mencapai  harapan menuju cahaya, manusia akan mampu merasakan kenikmatan yang sangat berbeda degan kenikmatan yang terlihat dan terdengar sebelumnya.
-          Capaian manusia pada tahap kerinduan  untuk mendatangi Allah harus menempuh jarak dan mengerahkan  kekuatan yang besar untuk  meninggalkan keadaan semula, sehingga mampu merasakan  penderitaan dan kebahagiaan pada tahap  yang dibutuhkan.
-          Manusia berbeda dengan malaikat, karena pada diri manusian terdapat keinginan yakni kemampuan pengetahuan Illahi dalam mencapai tingkatan ma’rifat (Gnostic).
-          Jiwa manusia memiliki kecenderungan kepada kebahagiaan spiritual
-          Manusia memiliki kemampuan menunjukan keadaan yang saling bertentangan, suatu eksistensi yang dominan dan hikmah yang tidak terbatas.
-          Manusia memiliki otoritas dan kekuasaan atas nilai temporal pada suatu batasan, tetapi keinginan manusia mendapatkan kekuasaan atas intelek, pengetahuan  adalah suatu kenikmatan yang tidak terbatas
-          Prilaku manusia yang berderajat tidak dibuktikan dengan kesenangan jasmaniah melainkan pada keluhuran budi pekerti dan intelektual yang tinggi

Jiwa menurut Ibnu sina
Pemkiran  tentang jiwa berangkat dari pemikiran tentang Tuhan kemudian timbul akal  - akal dari pemikiran tentang dirinya sebagai wajib wujudnya timbul jiwa - jiwa dari pemikiran tentang dirinya sebagai mungkin wujudnya timbul di langit. Jiwa manusia sebagaimana jiwa - jiwa lain dan segala apa yang terdapat di bawah Bulan, memancar dari akal ke sepuluh.
Segi - segi kejiwaan pada Ibnu Sina pada garis besarnya dapat dibagi menjadi dua segi yaitu :
1.    Segi fisika  (jiwa tumbuhkan, jiwa hewan dan jiwa manusia). Pembahasan kebaikan - kebaikan, jiwa manusia, indera dan lain - lain dan pembahasan lain yang biasa termasuk dalam pengertian ilmu jiwa yang sebenarnya.
2.   Segi metafisika (wujud dan hakikat jiwa, pertalian jiwa dengan badan dan keabadian jiwa)
Jiwa menurut Ibnu Sina ada tiga bahagian :
a.      Jiwa tumbuh – tumbuhan (nutrition, tumbuh dan berkembang biak)
b.      Jiwa binatang  (gerak, menangkap, indera, representasi, imaginasi, estimasi, rekoleksi)
c.    Jiwa manusia (Akal materiil,  Intelectual in habits, Akal actuil, Akal mustafad)
Sifat seseorang bergantung pada jiwa mana dari ketiga macam jiwa tumbuh - tumbuhan, binatang dan manusia yang berpengaruh pada dirinya.   
  Jiwa  manusia merupakan satu unit yang tersendiri dan mempunyai wujud terlepas dari badan. Jiwa manusia timbul dan tercipta tiap kali ada badan, yang sesuai dan dapat menerima jiwa, lahir didunia ini. Sungguh pun jiwa manusia tidak mempunyai fungsi - fungsi fisik, dan dengan demikian tak berhajat pada badan untuk menjalankan tugasnya sebagai daya yang berfikir, jiwa masih berhajat pada badan karena pada permulaan wujudnya badanlah yang menolong jiwa manusia untuk dapat berfikir.

Jiwa menurut Al-Kindi
Al-Kindi menyampaikan gagasan akal teoritis kepada daya penggerak, jiwa itu sederhana tidak tersusun atau basithah, mulia, sempurna dan penting. Sebtansinya (jauhar) berasal dari subtansi Tuhan, seperti sinar berasal dari matahari. Jiwa mempunyai wujud tersendiri dan lain dari badan. Sebagai bukti ini Al-Kindi mengemukakan bahwa kenyataan jiwa menentang keinginan nafsu yang berorientasi bagi kepentingan badan. Jika perlu sesuatu waktu marah mendorong  manusia untuk berbuat sesuatu, maka jiwa akan melarang dan mengontrolnya, seperti penunggang kuda yang hendak menerjang terjang. Jika nafsu syahwat muncul kepermukaan, maka jika akan berpikir bahwa ajakan syahwat itu salah dan membawa pada keerendahan, pada saat itu jiwa akan menentang dan melarangnya. Hal ini menunjukkan bahwa jiwa itu lain dari nafsu yang dimiliki badan.
Menurut Al-Kindi  jiwa manusia itu memmpunyai tiga daya, yaitu daya berpikir (al-quwwah al-‘aqliyah), daya marah (al-quwwah al-ghadhabiyah), dan daya syahwat *al-quwwah al-syahwaniyah). Daya berpikir itu disebut akal.
Akal terdiri dati tiga tingkat :
·          Akal yang masih bersifat potensial (al-quwwah)
·          Akal yang telah keluar dari sifat potensial menjadi akatual (Al-Fi’I)
·          Akal yang telah mencapai tingkat kedua dari aktualitas (al-‘ql al-tsany)
Akal yang bersifat potensial tidak akan menjadi actual jika tidak ada kekuatan yang menggerakkannya dari luar, yang mempunyai wujud tersendiri di luar jiwa manusia. Akal tersebut adalah akal yang selamanya aktualis (al-‘aql al-ladzi bi al-fi’I abadan), dan ini memiliki cirri-ciri sebagai berikut :
·          Ia merupakan Akal Pertama
·          Ia selamanya dalam aktualitas
·          merupakan species dan genus
·          Ia membuat akal potensial menjadi aktual berpikir
·          Ia tidak sama dengan akal potensial tetapi lain dari padanya.
Jiwa itu kekal dan tidak hancur bersama hancurnya badan. Jiwa tidak hancur karena subtansinya dari Tuhan. Ketika jiwa berada dalam badan, ia tidak boleh kesenangan yang sebenarnya dan pengetahuannya tidak sempurna. Baru setelah ia berpisah dengan badan, ia akan memperoleh kesenangan yang sebenarnya dalam bentuk pengetahuan yang sempurna. Setelah berpisah dengan badan, jiwa pergi ke Alam Kebenaran atau Alam Akal (al-‘alam a- haq, al-‘alam al-aql) didalam lingkungan cahaya Tuhan, dekat dengan Tuhan dan dapat melihat Tuhan. Tempat inilah kebahagiaan abadi yang akan dirasakan pleh jiwa yang suci.

Jiwa yang tidak suci, setelah berpisah dengan badan, ia tidak akan langsung masuk ke Alam kekal, tetapi ia akan mengembara untuk jangka waktu tertentu untuk membersihkan diri. Mula-mula jiwa bermukim di Bulan, kemudian di Mercuri dan terus ke Falak yang lebih tinggi lagi guna pembersihannya setahap demi setahap. Setelah jiwa benar-benar bersih, jiwa itu baru memasuki Alam Kebenaran atau Alam Kekal.

Jiwa menurut Mulla Sadra
Jiwa menurut Mulla Sadra merupakan gambaran dari “Substansi yang secara zatnya non-materi akan tetapi terikat dengan materi dalam aktivitasnya”
Mulla Sadra memberikan bukti bagi keberadaan jiwa dengan mengemukakan tiga bentuk argumentasi ;
a.      Wujud mumkin  (Imkan al-Asryaf wa ‘Adam Abatsiah Khalq al-Mumkinat).
Argumentasi Mulla Sadra  ingin menunjukkan bahwa Allah SWT ketika menciptakan makhluk-makhluknya memulai dari penciptaan zat yang paling utama dan paling sempurna. Kualitas dirinya menjadi tidak terbatas karena diciptakan dari  sumber penciptaan dan merupakan ciptaan pertama, kemudian kualitas yang berada di bawahnya yang memiliki kesamaan dengan yang pertama dalam kesempurnaan dan demikian seterusnya sampai pada tingkat yang paling rendah yaitu wujud mumkin yang berada pada batasan aktualisasi potensi menjadi aktual dan memunculkan bentuk-bentuk kehidupan serta memunculkan efek-efek instinktif.
b.      Munculnya efek dari materi (Sudur al-Atsar an al-Ajsam)
Argumentasi ini di dasarkan pada efek yang muncul dari forma-forma materi tanpa adanya intervensi luar maupun keinginan untuk menghadirkannya. Sebagai contoh ; apa yang terjadi pada indra, bahwa indra mempersepsi apa yang ada disekitarnya dengan sendirinya, atau gerakan yang terjadi, perkembangan maupun pertumbuhan atau melahirkan jenis yang semisal dengan dirinya. Bagi Mulla Sadra hal ini tidak mungkin hadir dari materi sekalipun materi pertama, karena materi utama hanyalah sebagai reseptif secara mutlak tanpa adanya kemungkinan baginya untuk melakukan aktivitas apalagi mengeluarkan efek. Karenanya bagi Mulla Sadra efek-efek yang terjadi pada bentuk materi diatas pastilah berasal dari sesuatu yang lain selain dari materi dan itulah jiwa.
c.       Kehidupan adalah Jiwa (al-Hayah hiya al-Nafs)
Argumentasi ketiga yang dikemukakan Mulla Sadra adalah argumentasi kehidupan. Ketika kita menyaksikan berbagai makhluk memiliki indra dan mempersepsi gambaran sesuatu kita mengetahui bahwa makhluk tersebut hidup. Indra dan kemampuan untuk mempersepsi objek berasal di antara tiga kemungkinan : pertama, sumber utama yaitu jiwa. Kedua, fisik yang memiliki jiwa. Ketiga, fisik.
 Substansial Jiwa
            Substansi merupakan gambaran dari sesuatu yang “Jika ada secara eksternal tidak bergantung pada lokus dan tidak membutuhkannya dalam wujudnya. Sedangkan   Aksiden merupakan gambaran dari jika “Ada secara eksternal keberadaannya bergantung pada lokus dan tidak membutuhkannya dalam wujudnya” (Iza wujiddat fi al-Kharij wujidat fi Maudhu’ mustaghni anha fi wujudihi).
Keberadaan substansi adalah keberadaan yang independen dalam pengertian bahwa keberadaannya di luar tidaklah menempel atau bergantung kepada keberadaan yang lain bahkan dirinya menjadi lokus bagi keberadaan aksiden, sedangkan genus yang ada di atasnya adalah sesuatu yang tidak mungkin lagi didefinisikan, substansi merupakan bagian tertinggi dari rangkaian genus yang dapat diketahui. Persoalan kemudian apakah jiwa merupakan substansi ataukah masuk dalam kategori aksiden, jika jiwa masuk dalam kategori aksiden maka ada sesuatu yang lain yang menjadi hakikat diri manusia sebagai lokus bagi raga manusia. Beberapa argumentasi berikut memberikan bukti akan substansial jiwa, diantara argumentasi tersebut antara lain :
a.      Beragam efek yang keluar seperti tumbuh, bergerak dan sebagainya dari beragam makhluk, baik itu tumbuh-tumbuhan, hewan dan manusia bukanlah disebabkan oleh sesuatu yang berada diluar dirinya akan tetapi berasal dari diri makhluk tersebut sendiri. Diri yang dimaksud bukanlah raga materi karena jika demikian maka seluruh raga akan mengeluarkan efek eksternal karenanya bahwa sumber efek tersebut tidak lain adalah jiwa.
b.      Mulla Sadra membuktikan substansial jiwa melalui ilmu huduri. Penjelasan tentang hal tersebut sebagai berikut : Persepsi terhadap sesuatu adalah sampainya forma objek pada diri subjek. Jika subjek mempersepsi dirinya sendiri maka pastilah ketika persepsi tersebut terjadi, dia tidak membutuhkan ruang tertentu (sebagai media bagi munculnya diri sebagai objek persepsi) akan tetapi berdiri pada dirinya sendiri. Jika persepsi terjadi pada ruang tertentu maka forma dirinya tidak akan hadir pada dirinya sendiri akan tetapi hadir pada ruang tersebut karena keberadaan objek yang menempati pasti selalu terikat pada ruang yang ditempati dan ini bertentangan dengan apa yang telah ditetapkan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar