Minggu, 02 September 2012


Eneng Humaeroh
Kelas               : Filsafat
Semester        : 3
Lecture           : Dr. Kholid al Walid
The Islamic College Jakarta
2010

RESUME TENTANG JIWA

Jiwa menurut Ar Razi
Manusia kedudukannya berbeda dengan mahkluk yang lain, jiwa manusia memiliki korelasi dengan tubuh. Substansi jiwa itu tunggal yang terpisah dengan tubuh, jiwa mempengaruhi tubuh  sehingga jiwa memiliki nafsu amarah sehingga atribut tubuh adalah pribadi tunggal.
Substansi jiwa menurut Ar Razi bahwa jiwa selain memiliki struktur indrawi eksternal ia adalah tunggal yang terdiri atas entitas , esensi dan realitas.
Jiwa memiliki nafsu, Ar Razi memberikan argument bahwa :
-          tubuh adalah substansi yang berkembang membutuhkan nutrisi, tubuh mengalami reduksi dan emaciation.
-          Jiwa mengalami perubahan  sebagaimana tubuh dan berkembang
-          Jiwa menerima bentuk dan suksesi, tetap dan tidak mengalami perubahan, jiwa memiliki kemampuan menerima bentuk yang lain  padatubuh hal itu termenifestasi  pada tubuh manusia yang memiliki kemampuan yang ditunjukan dengan pemahaman atau kemampuan sehingga jiwa lebih kuat.
-          Jiwa menciptakan dunia potensial menuju dunia actual, menciptakan persepsi dan komprhensi
-          Jiwa mendominasi atas tubuh dan menampilkan emasiasi
Eksistensi manusia bila dibandingkan dengan makhluk yang lain, hal ini berdasarkan argument :
-          Manusia dalam eksistensinya adalah jenis yang memiliki kapasitas berfikir dengan intelek dan juga hikmah, juga  memiliki sifat dasar  dan syahwat.
-          Ketika manusia telah mampu mengatasi kesulitan atau kegelapan  manusia alkan mencapai  harapan menuju cahaya, manusia akan mampu merasakan kenikmatan yang sangat berbeda degan kenikmatan yang terlihat dan terdengar sebelumnya.
-          Capaian manusia pada tahap kerinduan  untuk mendatangi Allah harus menempuh jarak dan mengerahkan  kekuatan yang besar untuk  meninggalkan keadaan semula, sehingga mampu merasakan  penderitaan dan kebahagiaan pada tahap  yang dibutuhkan.
-          Manusia berbeda dengan malaikat, karena pada diri manusian terdapat keinginan yakni kemampuan pengetahuan Illahi dalam mencapai tingkatan ma’rifat (Gnostic).
-          Jiwa manusia memiliki kecenderungan kepada kebahagiaan spiritual
-          Manusia memiliki kemampuan menunjukan keadaan yang saling bertentangan, suatu eksistensi yang dominan dan hikmah yang tidak terbatas.
-          Manusia memiliki otoritas dan kekuasaan atas nilai temporal pada suatu batasan, tetapi keinginan manusia mendapatkan kekuasaan atas intelek, pengetahuan  adalah suatu kenikmatan yang tidak terbatas
-          Prilaku manusia yang berderajat tidak dibuktikan dengan kesenangan jasmaniah melainkan pada keluhuran budi pekerti dan intelektual yang tinggi

Jiwa menurut Ibnu sina
Pemkiran  tentang jiwa berangkat dari pemikiran tentang Tuhan kemudian timbul akal  - akal dari pemikiran tentang dirinya sebagai wajib wujudnya timbul jiwa - jiwa dari pemikiran tentang dirinya sebagai mungkin wujudnya timbul di langit. Jiwa manusia sebagaimana jiwa - jiwa lain dan segala apa yang terdapat di bawah Bulan, memancar dari akal ke sepuluh.
Segi - segi kejiwaan pada Ibnu Sina pada garis besarnya dapat dibagi menjadi dua segi yaitu :
1.    Segi fisika  (jiwa tumbuhkan, jiwa hewan dan jiwa manusia). Pembahasan kebaikan - kebaikan, jiwa manusia, indera dan lain - lain dan pembahasan lain yang biasa termasuk dalam pengertian ilmu jiwa yang sebenarnya.
2.   Segi metafisika (wujud dan hakikat jiwa, pertalian jiwa dengan badan dan keabadian jiwa)
Jiwa menurut Ibnu Sina ada tiga bahagian :
a.      Jiwa tumbuh – tumbuhan (nutrition, tumbuh dan berkembang biak)
b.      Jiwa binatang  (gerak, menangkap, indera, representasi, imaginasi, estimasi, rekoleksi)
c.    Jiwa manusia (Akal materiil,  Intelectual in habits, Akal actuil, Akal mustafad)
Sifat seseorang bergantung pada jiwa mana dari ketiga macam jiwa tumbuh - tumbuhan, binatang dan manusia yang berpengaruh pada dirinya.   
  Jiwa  manusia merupakan satu unit yang tersendiri dan mempunyai wujud terlepas dari badan. Jiwa manusia timbul dan tercipta tiap kali ada badan, yang sesuai dan dapat menerima jiwa, lahir didunia ini. Sungguh pun jiwa manusia tidak mempunyai fungsi - fungsi fisik, dan dengan demikian tak berhajat pada badan untuk menjalankan tugasnya sebagai daya yang berfikir, jiwa masih berhajat pada badan karena pada permulaan wujudnya badanlah yang menolong jiwa manusia untuk dapat berfikir.

Jiwa menurut Al-Kindi
Al-Kindi menyampaikan gagasan akal teoritis kepada daya penggerak, jiwa itu sederhana tidak tersusun atau basithah, mulia, sempurna dan penting. Sebtansinya (jauhar) berasal dari subtansi Tuhan, seperti sinar berasal dari matahari. Jiwa mempunyai wujud tersendiri dan lain dari badan. Sebagai bukti ini Al-Kindi mengemukakan bahwa kenyataan jiwa menentang keinginan nafsu yang berorientasi bagi kepentingan badan. Jika perlu sesuatu waktu marah mendorong  manusia untuk berbuat sesuatu, maka jiwa akan melarang dan mengontrolnya, seperti penunggang kuda yang hendak menerjang terjang. Jika nafsu syahwat muncul kepermukaan, maka jika akan berpikir bahwa ajakan syahwat itu salah dan membawa pada keerendahan, pada saat itu jiwa akan menentang dan melarangnya. Hal ini menunjukkan bahwa jiwa itu lain dari nafsu yang dimiliki badan.
Menurut Al-Kindi  jiwa manusia itu memmpunyai tiga daya, yaitu daya berpikir (al-quwwah al-‘aqliyah), daya marah (al-quwwah al-ghadhabiyah), dan daya syahwat *al-quwwah al-syahwaniyah). Daya berpikir itu disebut akal.
Akal terdiri dati tiga tingkat :
·          Akal yang masih bersifat potensial (al-quwwah)
·          Akal yang telah keluar dari sifat potensial menjadi akatual (Al-Fi’I)
·          Akal yang telah mencapai tingkat kedua dari aktualitas (al-‘ql al-tsany)
Akal yang bersifat potensial tidak akan menjadi actual jika tidak ada kekuatan yang menggerakkannya dari luar, yang mempunyai wujud tersendiri di luar jiwa manusia. Akal tersebut adalah akal yang selamanya aktualis (al-‘aql al-ladzi bi al-fi’I abadan), dan ini memiliki cirri-ciri sebagai berikut :
·          Ia merupakan Akal Pertama
·          Ia selamanya dalam aktualitas
·          merupakan species dan genus
·          Ia membuat akal potensial menjadi aktual berpikir
·          Ia tidak sama dengan akal potensial tetapi lain dari padanya.
Jiwa itu kekal dan tidak hancur bersama hancurnya badan. Jiwa tidak hancur karena subtansinya dari Tuhan. Ketika jiwa berada dalam badan, ia tidak boleh kesenangan yang sebenarnya dan pengetahuannya tidak sempurna. Baru setelah ia berpisah dengan badan, ia akan memperoleh kesenangan yang sebenarnya dalam bentuk pengetahuan yang sempurna. Setelah berpisah dengan badan, jiwa pergi ke Alam Kebenaran atau Alam Akal (al-‘alam a- haq, al-‘alam al-aql) didalam lingkungan cahaya Tuhan, dekat dengan Tuhan dan dapat melihat Tuhan. Tempat inilah kebahagiaan abadi yang akan dirasakan pleh jiwa yang suci.

Jiwa yang tidak suci, setelah berpisah dengan badan, ia tidak akan langsung masuk ke Alam kekal, tetapi ia akan mengembara untuk jangka waktu tertentu untuk membersihkan diri. Mula-mula jiwa bermukim di Bulan, kemudian di Mercuri dan terus ke Falak yang lebih tinggi lagi guna pembersihannya setahap demi setahap. Setelah jiwa benar-benar bersih, jiwa itu baru memasuki Alam Kebenaran atau Alam Kekal.

Jiwa menurut Mulla Sadra
Jiwa menurut Mulla Sadra merupakan gambaran dari “Substansi yang secara zatnya non-materi akan tetapi terikat dengan materi dalam aktivitasnya”
Mulla Sadra memberikan bukti bagi keberadaan jiwa dengan mengemukakan tiga bentuk argumentasi ;
a.      Wujud mumkin  (Imkan al-Asryaf wa ‘Adam Abatsiah Khalq al-Mumkinat).
Argumentasi Mulla Sadra  ingin menunjukkan bahwa Allah SWT ketika menciptakan makhluk-makhluknya memulai dari penciptaan zat yang paling utama dan paling sempurna. Kualitas dirinya menjadi tidak terbatas karena diciptakan dari  sumber penciptaan dan merupakan ciptaan pertama, kemudian kualitas yang berada di bawahnya yang memiliki kesamaan dengan yang pertama dalam kesempurnaan dan demikian seterusnya sampai pada tingkat yang paling rendah yaitu wujud mumkin yang berada pada batasan aktualisasi potensi menjadi aktual dan memunculkan bentuk-bentuk kehidupan serta memunculkan efek-efek instinktif.
b.      Munculnya efek dari materi (Sudur al-Atsar an al-Ajsam)
Argumentasi ini di dasarkan pada efek yang muncul dari forma-forma materi tanpa adanya intervensi luar maupun keinginan untuk menghadirkannya. Sebagai contoh ; apa yang terjadi pada indra, bahwa indra mempersepsi apa yang ada disekitarnya dengan sendirinya, atau gerakan yang terjadi, perkembangan maupun pertumbuhan atau melahirkan jenis yang semisal dengan dirinya. Bagi Mulla Sadra hal ini tidak mungkin hadir dari materi sekalipun materi pertama, karena materi utama hanyalah sebagai reseptif secara mutlak tanpa adanya kemungkinan baginya untuk melakukan aktivitas apalagi mengeluarkan efek. Karenanya bagi Mulla Sadra efek-efek yang terjadi pada bentuk materi diatas pastilah berasal dari sesuatu yang lain selain dari materi dan itulah jiwa.
c.       Kehidupan adalah Jiwa (al-Hayah hiya al-Nafs)
Argumentasi ketiga yang dikemukakan Mulla Sadra adalah argumentasi kehidupan. Ketika kita menyaksikan berbagai makhluk memiliki indra dan mempersepsi gambaran sesuatu kita mengetahui bahwa makhluk tersebut hidup. Indra dan kemampuan untuk mempersepsi objek berasal di antara tiga kemungkinan : pertama, sumber utama yaitu jiwa. Kedua, fisik yang memiliki jiwa. Ketiga, fisik.
 Substansial Jiwa
            Substansi merupakan gambaran dari sesuatu yang “Jika ada secara eksternal tidak bergantung pada lokus dan tidak membutuhkannya dalam wujudnya. Sedangkan   Aksiden merupakan gambaran dari jika “Ada secara eksternal keberadaannya bergantung pada lokus dan tidak membutuhkannya dalam wujudnya” (Iza wujiddat fi al-Kharij wujidat fi Maudhu’ mustaghni anha fi wujudihi).
Keberadaan substansi adalah keberadaan yang independen dalam pengertian bahwa keberadaannya di luar tidaklah menempel atau bergantung kepada keberadaan yang lain bahkan dirinya menjadi lokus bagi keberadaan aksiden, sedangkan genus yang ada di atasnya adalah sesuatu yang tidak mungkin lagi didefinisikan, substansi merupakan bagian tertinggi dari rangkaian genus yang dapat diketahui. Persoalan kemudian apakah jiwa merupakan substansi ataukah masuk dalam kategori aksiden, jika jiwa masuk dalam kategori aksiden maka ada sesuatu yang lain yang menjadi hakikat diri manusia sebagai lokus bagi raga manusia. Beberapa argumentasi berikut memberikan bukti akan substansial jiwa, diantara argumentasi tersebut antara lain :
a.      Beragam efek yang keluar seperti tumbuh, bergerak dan sebagainya dari beragam makhluk, baik itu tumbuh-tumbuhan, hewan dan manusia bukanlah disebabkan oleh sesuatu yang berada diluar dirinya akan tetapi berasal dari diri makhluk tersebut sendiri. Diri yang dimaksud bukanlah raga materi karena jika demikian maka seluruh raga akan mengeluarkan efek eksternal karenanya bahwa sumber efek tersebut tidak lain adalah jiwa.
b.      Mulla Sadra membuktikan substansial jiwa melalui ilmu huduri. Penjelasan tentang hal tersebut sebagai berikut : Persepsi terhadap sesuatu adalah sampainya forma objek pada diri subjek. Jika subjek mempersepsi dirinya sendiri maka pastilah ketika persepsi tersebut terjadi, dia tidak membutuhkan ruang tertentu (sebagai media bagi munculnya diri sebagai objek persepsi) akan tetapi berdiri pada dirinya sendiri. Jika persepsi terjadi pada ruang tertentu maka forma dirinya tidak akan hadir pada dirinya sendiri akan tetapi hadir pada ruang tersebut karena keberadaan objek yang menempati pasti selalu terikat pada ruang yang ditempati dan ini bertentangan dengan apa yang telah ditetapkan.

GLOBALISASI DUNIA PENDIDIKAN

Fakta bahwa Pendidikan Bangsa Indonesia berkiblat kepada neoliberalis semakin terasa dampaknya, hal itu tentu saja karena kewajiban  bagi Negara-nregara anggota WTO dengan kesepakatan GATS (General Agreement on Trade in Service) yang mengatur perdagangan 12 sektor jasa antaralain layanan kesehatan, teknologi informasi dan komunikasi, jasa akuntansi dan pendidikan selama hayat, serta jasa-jasa lainnya.
Negara-negara kapitalis sangat menginginkan liberalis pendidikan , karena dengan begitu negaranya mendapatkan keuntungan dari ekspor jasa pendidikan. AS mengantongi keuntungan sebesar US $ 14 Milyar atau Rp 126 Trilyun dari jasa pendidikan, sungguh nilai yang sangat fantastis.
Indonesia merupakan  pasar jasa pendidikan yang sangat potensial, dengan jumlah penduduk  sekitar 215 juta. Jika mereka menguasai sub sector pendidikan tinggi, pendidikan seumur hayat, pendidikan vocasional dan pendidikan profesi maka mereka  akan diperoleh tenaga terdidik yang murah yang siap dipekerjakan pada perusahaan asing ataupun nasional. Hal ini sangat terdukung dengan tidak pedulinya pemerintah dan DPR terhadap masalah pendidikan sehingga kualitas pendidikan sagat rendah, hal ini diperparah dengan prilaku korup yang menghabisi dana anggaran pendidikan, dengan demikian Negara-negara kapitalis melenggang berbisnis jasa pendidikan dengan berinvestasi di sector pendidikan Indonesia dengan payung hukum yang tersedia buah karya penguasa negeri ini. 
Neoliberalis sebagai rezim abad modern masuk melalui penyusunan kurikulum dengan menancapkan pemikiran kapitalistik, individual, sehingga baik secara ideologis maupun politik pendidikan tidak mampu menanamkan pemikiran dan nilai-nilai yang mampu ditanamkan serta pendidikan tidak mampu melahirkan ilmu pengetahuan danteknologi, melainkan hanya melahirkan kaum buruh.
RUU PT dan otonomi kampus menyisakan permaslahan yang tak kunjung selesai, pasalnya kendatipun RUU menyatakan mahasiswa hanya membayar 1/3 jumalh besarnya dana pendidikan namun realitanya terjadi banyak penyimpangan.  Liberalism secara social membuka kesenjangan social yang semakin lebar, pendidikan hnya dapat dinikmati oleh orang kaya sementara orang miskin akan semakin sulit mendapatkan pendidikan yang layak.

Nasional sudah sangat jauh dari nilai-nilai, pendidikan tidak membangun Negara, hanya menciptakan buruh dan tenaga kasar. Pendidikan secara umum tidak memiliki kualitas yang layak, hal itu pun tidak juga menjadi perhatian pemerintah. Dalam perkara ini pemerintah tidak membuat system yang kuat dengan cara membangun pendidikan yang layak dan bermutu, pemikir tidak lahir dari pendidikan, pemerintah seharusnya melindungi rakyatnya dari kebodohan bukan malah sebaliknya membuat bodoh.
Para pendidik dipersempit paradigm terhadap tugasnya yang dialihkan menjadi pekerjaan profesi dengan memperhitungkan materi berdasarkan profsi guru, mengajar bukan lagi tanggung jawab secara moral, jelas jauh dari nilai-nilai. Siswa dan mahasiswa sudah terkontamisasi dan dicecoki pikiran-pikiran capital dan pragmatis, berpikir untung rugi dan bisa mendapatkan pekerjaan setelah selesai sekolah, tanpa memperhatikan kualitan dan ilmu yang dimiliki, hal ini tentu saja akan sangat memudahkan bangsa liberalis untuk menguasai negeri Indonesia yang kaya dengan SDA. SDM Indonsia yang rendah dan hanya berpikir kerja dan mendapatkan upah, tidak akan sadar kalau sebenarnya  harta negeri  Indonesia sedang digerogoti oleh kaum kapitalis.
Kaum kapitalis, neoliberalis, sangat dengan  mudah menguasai negeri Indonesia mulai dari SDA sampai kepala kebijakan politik, sehingga Indonesia hanya sebuah Negara yang berpenduduk boneka-boneka hidup bagaikan robot. Hampa dan akhirnya Indonesia akan hancur dengan mudah.
Sebagai pendidik seharusnya segera menyadari terhadap scenario para kapitalis, dengan menyibukan guru dengan aturan-aturan administrative, iming-iming kesejahteraan, pengangkatan dan peningkatan status para pendidik seharusnya jangan membutakan mata hati sehingga pendidik berlomba-lomba melakukan sogok menyogok, meninggalkan tugas dan keawajiban serta jauh dari pesan moral terhadap anak didik.
Perombakan kurikulum agar peserta didik, pendidik dan penyelenggara pendidikan tidak dikebiri dengan aturan yang merugikan. Pemerintah harus berani mengambil sikap dan tindakan dengan melindungi masyarakat dengan paying hukum yang jelas, agar system pendidikan mampu membangun Negara.
Tetapi hal ini tentu saja tidak akan dapat terwujud apabila tidak segera diambil tindakan secara sistemik, baik pendidik, pemerintah maupun masyarakat. Tetapi kunci perbaikan dan kemajuan pendidikan terletak kepada penguasa, jika penguasa tidak peduli dan hanya mencari keuntungan secara pribadi sebagai fee dari kaum liberal maka semuanya tentu tidak aka nada gunanya. Pendidik dan peserta didik hanya sebagai obyek penderita semata dari kebijakan pemerintah.


PARADIGMA PEMAHAMAN AGAMA

 Paradigm pemahaman agama selama ini merupakan doktrin yang telah terpatri di dalam pikiran, agama adalah aturan yang baku dan tidak boleh ditawar dengan alas an apapun. Paradigm beragama selama ini sering dikaitkan dengan contoh-contoh yang diperlihatka Rasulullah pada zamannya. Memahami segala persoalan dikaitkan dengan nash-nash yang belum ditafsirkan dengan sempurna.
Defragmentasi paradigm pemahaman keagamaan, kerangka berfikir dalam kehidupan harus diperbaiki dulu pada tataran paradigm. Manusia memiliki kebebasan untuk memilih, kebebasan memilih inilah dapat dipergunakan untuk memperbaiki paradigm.
Takdir dipahami dalam paradigm bahwa terdapat empat perkara yakni kelahiran, kematian, rizki dan jodoh sudah ditentukan Tuhan tanpa manusia mampu menolak atau melakukan tawar menawar kepada Tuhan. Tuhan mempunyai hak proregatif atas empat perkara. Manusia hanya menerima dan wajib mensyukuri.
Manusia diberikan kewenangan untuk mengajak kebaikan, tetapi hasilnya tetap bergantung kepada ketentuan Tuhan, manusia dalam perkara ini tidak memiliki hak untuk menentukan jalan hidup orang lain, kecuali hanya Tuhan saja yang memberikan petunjuk kepada seseorang sehingga ia menjadi beriman.  Konsp bahwa Tuhan akan membantu setiap kesulitan dengan jalan mengabulkan do’a yang dipanjatkan, kesulitan akan diberikan pertolongan asalkan manusia sabar dan shalat.

Dalam memahami takdir, bukanlah sikap menerima apa adanya pemberian Tuhan, tetapi manusia diberikan kebebasan berfikir dan memikirkan kehidupannya yang berhubungan dengan kelahiran, kematian, kematian seperti apa yang diharapkan husnul khatimah atau suul khatimah itu tergantung kepada usaha yang dilakukan manusia selama hidupnya. Rizki, manusia bisa mendapatkan rizki yang berlebih atau hidup kekurangan itu dikarenakan usaha yang dilakukan manusia dala bekerja dan mencari harta. Jodoh, manusia dapat memilih jodoh yang terbaik sesuai dengan pilihannya berdasarkan pertimbangan-pertimbangan yang sesuai dengan prinsip hidup.
Manusia memiliki potensi mengajarkan kebaikan, menebarkan ilmu dan mengajak kepada siapapun dalam berbuat kebaikan, orang lain mengikuti atau tidak, memutuskan bersama kita melakukan kebaikan atau tidak itu berdasarkan seberapa kuat ajakan kita dan seberapa orang tersebut tertarik untuk mengikuti jejak kita. Tuhan tidak akan memberikan petunjuk jika manusia tidak menginginkan petunjuk itu, jadi petunjuk atau kebaikan manusialah yang menjadikannya sehingga mewujud.
Tindakan sabar, sabar bukan lah suatu tindakan berdiam diri ketika mendapatkan kesulitan, doa’a dan shalat yang dipanjatkan kepada Tuhan dengan pengharapan Tuhan memberikan kemudahan. Manusia bisa melakukan usaha dan kerja keras selain berdoa,. Manusia mampu berbuat sesuatu untuk melawan serta melepaskan kesulitannya dengan jalan melakukan silaturahmi, mencari solusi dengan pihak lain sehingga kesulitan dapat teratasi dengan lebih real, misalnya seseorang yang memiliki hutang dan tidak mampu mebayar, maka ia bisa meminta dispensasi untuk pengunduran waktu tempo pembayaran dengan cara  berkomunikasi dengan pihak yang memimjamkan hutang sedang ia berusaha samapi   pada kemampuan membayar.
Kesimpulannya : tindakan Tuhan, atau perbuatan Tuhan tidak lah serta merta hadir karena kita berbuat baik dan melakukan shalat semata, tetapi harus disempurnakan dengan ikhtiar dan usaha yang sungguh-sungguh sehingga Tuhan memberikan pertolonganNya sesuai dengan usaha yang kita lakukan.

Membangun kesadaran berpolitik


Membangun kesadaran berpolitik
Oleh ; Eneng Humaeroh

Kesadaran berpolitik, berasal dari dua kata yakni kata ‘kesadaran’ dan kata ‘politik’. Dalam   kamus bahasa Indonesia kata ‘kesadaran’ memiliki arti keinsafan; keadaan mengerti terhadap sesuatu, hal yang dirasakan atau dialami oleh seseorang. Kata ‘berpolitik’ berarti  menjalankan (menganut paham) politik; ikut serta dalam urusan politik. Kesadaran berpolitik dapat diartikan seseorang yang berperan serta secara aktif dalam urusan politik atau menjadi anggota partai politik, atau terlibat dalam kegiatan-kegiatan politik dan melakukannya dengan kesadaran dan tanggungjawab penuh.

Kesadaran politik adalah langkah seseorang dalam peranan politik, memberikan warna serta memberikan ide dan gagasan cemerlang terhadap politik yang dianutnya.
Generasi muda semestinya proaktif dalam politik namun sedikit sekali yang berani tampil dalam politik. Wajah  perpolitikan saat ini memang buruk, sarat dengan isue-isue negative menyurutkan langkah seseorang yang memiliki idealisme tinggi untuk berkarir di ranah politik.

Pandangan masyarakat terhadap politik masih negative, hal itu dikarenakan pelaku-pelaku politik tidak mampu menunjukan sikap dan kepribadian yang pantas. Prilaku sombong, elitis dan semena-mena banyak ditunjukan para kader politik, tindakan-tindakan menyakitkan sepert berbohong serta tipu muslihat, dan juga perilaku amoral membuat  wajah politik menjadi buram.
Banyaknya pemberitaan di media tentag pelaku-pelaku korupsi, perbuatan amoral dalam tayangan video mesum cukup membuat orang bergidik dan melemparkan pendapat sinis, politisi amoral, politisi mesum, politisi koruptor.
Dengan wajah buram politik seperti ini mampukan partai politik menarik minat calon-calon politisi yang memiliki jiwa patriotik, idealisme yang tinggi, memiliki integritas serta perjuangan membangun citra politik yang segar? Tugas kader partai politiklah yang semestinya memberikan pendidikan politik kepada calon-calon kader partai, calon pengusung atau tim sukses, serta calon konstituen.

Jika menilik keidealan politik, maka kesadaran berpolitik bukan hanya ditujukan kepada kader-kader di tubuh partai politik, tetapi setiap orang yang memahami bahwa sebagai wagra Negara mempunyai tanggungjawab penuh atas pilihan politik, memiliki kesadaran terlibat dalam kegiatan politik, serta setiap orang yang memiliki kesadaran bahwa ia merupakan bagian dari politik, maka sejatinya setiap warga Negara harus berkesadaran dalam politik yang dengan tanggungajawabnya itu ia memberikan pilihan politiknya kepada partai politik yang ideal sebagai partai yang memahami kebutuhan rakyatnya, menjadi citra bagi negeri dan juga sinergitas tinggi dalam membangun pondasi yang kuat bagi peradaban bangsanya.

Ada beberapa pertanyaan dibenak penulis, adakah contoh kongkrit yang diberikan partai politik, pelaku politik atau proses politik yang memberikan pendidikan politik kepada konstituennya? sehingga konstituen memahami dengan benar bahwa setiap orang harus mempunyai kesadaran politik.
Pendidikan politik merupakan sebuah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan pemahaman politiknya melalui upaya pengajaran dan pelatihan.
Kita Sering menyaksikan orang atau badan atau lembaga hanya menjadi tim sukses seseorang atau partai politik tanpa memikul tanggungjawab pendidikan politik kepada konstutuennya (pemilih) sehingga yang terjadi penghalalan segala cara dengan memberikan informasi yang salah, membohongi rakyat asalkan orang yang diusungnya menang. Sikap  tim sukses yang tidak peduli calon yang diusungnya memiliki integritas apa tidak, memiliki kapasitas yang laik atau tidak, bahkan memiliki akhlak yang baik atau tidak. Semua itu tidak menjadikan ukuran karena yang penting adalah, sebagai tim sukses ia mendapatkan imbalan dari orang atau partai yang diusungnya. Dan tindakan seperti itulah yang kemudia hari mencelakakan semua pihak, orang atau partai yang diusungnya tidak mampu menjalankan roda politik dengan benar, rakyat menjadi lebih sengsara serta Negara menjadi terpuruk.

Partai politik atau juga orang yang memiliki tujuan politik, untuk kesuksesan dirinya banyak mendatangi tokoh masyarakat, para mualim, cendikia atau tim-tim sukses untuk menyukseskan target-target politiknya. Disinilah para tokoh atau mualim memiliki tanggungjawab moral untuk memberikan pandangannya terhadap tokoh politik tersebut laik atau tidak diberikan dukungan.
Mualim, tokoh masyarakat atau tim sukses seharusnya bertanggungjawab terhadap orang atau partai yang diusungnya apakah baik atau tidak untuk konstituen, memberikan kemaslahatan atau menjadikan kemudharatan apabila dimenangkan.
Tindakan tim sukses inilah yang menjadi ujung tombak apakah orang atau partai yang diusung itu baik atau tidak. Masyarakat awam tidak mengetahui apa itu partai politik, apa itu kader partai dan apa yang dilakukan partai dalam memperjuangkan hak-hak rakyat, apa yang dilakukan partai terhadap kebutuhan masyarakat. Masyarakat hanya sebagai obyek politik, dibohongi serta diberikan janji-janji manis yang tidak pernah menjadi bukti, malah ketidakpahaman rakyat terhadap partai politik dijadikan barang dagangan, komoditi yang dijual lalu kemudian dihisap segala potensi kehidupan rakyat.

Dalam konteks kesadaran politik, tokoh masyarakat, mualim serta tim sukses seharusnya membimbing dan memberikan pendidikan politik agar calon pemilih menjatuhkan pilihan politiknya kepada orang yang tepat.

Sebagai tim sukses dikatakan sukses apabila mampu menjadi tim sukses dari partai politik atau orang yang tepat, partai yang memperjuangkan hak-hak rakyat, memberdayakan dan mengayomi rakyat, memiliki akhlak yang baik, mampu menyerap aspirasi masyarakat, memiliki dedikasi untuk membangun masyarakat, mempunyai loyalitas terhadap bangsa, serta sebagai kader partai selalu membangun pondasi politik dengan benar dan bertanggungjawab.

Orang yang memiliki tujuan politik dan partai politik yang memiliki ciri ideal, adalah mempunyai dinamisme yang tinggi, respon yang positif terhadap kebutuhan rakyat, memiliki intelektual yang tinggi, memahami azas partai serta memahami keadaan daerah pemilihannya. Namun rakyat masih sering dikecohkan oleh orang atau partai politik yang populer, orang yang pandai bermanis muka serta tampang yang bagus sementara tidak memiliki kecakapan dan kapasitas yang cukup, namun dengan popularitas dan uangnyalah ia mampu melenggang menjadi orang yang dipilih serta partainya menang, namun kemudian dibelakang hari nyata bahwa sikap dan prilakunya tidak peduli kepada rakyat yang telah memilihnya, malah menjual ketidakberdayaan rakyat hanya demi kepentingan partai dan mempertahankan kekuasaannya semata.
Melihat fakta-fakta seperti itulah, maka penulis mengajak kepada kaum alim, cendikia, tokoh masyarakat serta orang atau lembaga yang menjadi tim sukses untuk lebih arif, cerdik serta mengetahui kapasitas, intelektual, integritas serta idealisme  orang atau partai yang ditawarkan kepada masyarakat (konstituen) agar masyarakat tidak terjerumus memilih orang yang salah atau partai yang salah, agar kesengsaraan rakyat tidak kembali terulang sepanjang pemilu. Hal itu adalah suatu tindakan kesadaran politik yang memberikan pendidikan politik sehingga masyarakat mempunyai kesadaran memilih sebagai suatu tanggungjawab dan moralitas dan memberikan pilihannya kepada yang orang atau partai yang tepat.

Dengan demikian hanya partai dan orang-orang cerdik pandai, loyal, berdedikasi tinggi, memiliki integritas dan idealisme, mampu membuat keputusan yang cepat serta memberikan ide-ide cemerlang yang dibutuhkan bangsa untuk membangun yang dipilih rayat. Asumsinya jika kursi DPR hanya diisi oleh orang-orang yang benar-benar memiliki kapasitas maka negeri ini mudah dibangun, maju serta makmur sentosa karena para cerdik dan orang-orang jujur yang menjadi pengendali, mengawasi serta membuat perencanaan yang tepat yang dibutuhkan negara dan rakyatnya, sehingga benarlah apa yang dikatakan Hatta Rajasa,  “Kemajuan dan Kemunduran Sebuah Negara Sangat Tergantung Dari Paran Generasi Muda. Gagasan dan Ide Cemerlang Kaum Muda Akan Sangat Menentukan Arah Kebijakan Negara dan Kemakmuran Yang Akan Diraih Di Masa Mendatang"
Dengan melalui tindakan politik, kesadaran politik, pendidikan politik serta belajar dari kesalahan yang telah berlalu dan tidak mengulangi kesalahan yang sama yakni memilih orang dan partai yang salah, maka di Negara ini hanya ada orang-orang pandai dan berakhlak yang berada di kursi DPR sehingga mampu membuat kebijakan yang benar dan berpihak kepada rakyat, memberikan gagasan-gagasan cemerlang, membuat kebijakan yang tepat, maka Indonesia menjadi Negara makmur bukan sebatas impian tetapi menjadi kenyataan.